“Brukkk…..Brukkk….”Chess membanting tasnya. Siang yang panas menambah hati dan pikirannya panas. Kamar tidur AC miliknya seolah tak mampu mendinginkan kepanasannya. Ia ingin marah, tapi tak tahu harus marah dengan siapa. Semuanya rasanya sungguh menyebalkan!
“Kamu kenapa, Nak? Gak biasanya kamu seperti ini. Pulang sekolah gak salam. Langsung banting tas,” bunda penasaran dengan sikap anak tunggalnya itu.
“Bunda, Chess salah apas ih? Di sekolah temen-temen suka bilang kalo Chess itu sombong,” Chess menceritakannya.
“Chess sayang, mungkin mereka itu ingin seperti Chess. Chess anak bunda ini pintar. Kamu juga sering cerita kalau gak mau dicontekin sama teman-temanmu bukan? Ini yang bikin mereka sebel sama kamu,” kata Bunda bijaksana.
“Hmmm… bisa jadi sih Bun. Terus aku harus gimana? Bukankah kata ustadzah di sekolah mencontek atau memberikan contekan itu perbuatan tidak baik. Mencontek sama saja mencuri,” Chess tetap cemberut.
“Aaah sudahlah. Kamu tak perlu memikirkannya. Just be yourself. Lakukan apa yang menurut kata hatimu benar. Mendingan kamu segera ganti baju, cuci tangan, dan makan. Bunda masak sayur sop kesukaanmu,” bunda menenangkan.
“Benarkah Bun? Okey siap laksanakan boss,” kata Chess semangat.
“Kapan sih bunda bohong sama kamu? Ya sudah, bunda tunggu di ruang makan ya,” kata Bunda mengelus rambut Chess.
“Setelah di pikir pikir benar juga ya kata Bunda. Lebih baik aku tidak terlalu memikirkannya,” kata Chess dalam hati. Bunda memang paling juara kalau masalah mendinginkan emosi Chess. Tak ada yang bisa mengalahkan ketulusan hati bunda.
“Okey, aku akan buktikan pada teman-temanku kalau aku ini bukan anak sombong. Aku akan melakukan hal yang membanggakan di sekolah,” Chess berjanji dalam hati.
Sebenarnya tak semua teman Chess menilainya jahat. Hanya ada segelintir anak sok populer yang suka berbisik-bisik kala Chess lewat di depan mereka sembari melirik penuh kebencian. Memang sih mereka ini memiliki tampang cakep, tapi sebenarnya prestasi akademiknya juga pas-pasan, kecuali Rani. Masih banyak teman-teman Chess yang baik hati dan care satu sama lain.
Chess semakin terpacu untuk belajar lebih giat lagi. Ia bahkan meminta untuk les privat tambahan di rumah sepulang sekolah. Terlebih dua pekan lagi akan ada seleksi olimpiade sains di sekolah. Ia ingin sekali mewakili sekolahnya dalam ajang bergengsi ini. Ia juga minta dibelikan bunda buku-buku latihan OSN.
“Aku akan berusaha keras dan mengeluarkan kemampuan terbaiku. Bukankah Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum jika kaum itu tidak mau mengubah nasibnya sendiri?” gumam Chess dalam hati.
***
Hari seleksi pun tiba. Chess mengerjakan soal seleksi OSN dari sekolah dengan sungguh-sungguh. Meskipun ada beberapa soal yang belum sempat terjawab karena waktu sudah habis. Hati Chess semakin panas saat Rani, salah satu anggota genk populer juga mengikuti seleksi OSN. Terlebih lagi Rani selesai paling awal dibandingkan peserta seleksi lainnya.
“Bunda, apakah Chess kurang keras dalam berusaha?” tanya Chess sepulang sekolah. Ia sama sekali belum berminat menyuap bakso daging sapi masakan bunda. Ia masih kepikiran kejadian di sekolah tadi.
“Kamu sudah melakukan yang terbaik, Nak. Kamu sudah belajar hingga larut malam, membeli buku latihan OSN, bahkan mengikuti les privat tambahan,” jawab bunda santai sembari mencuci piring.
“Tapi Chess tadi belum sempat menyelesaikan semua soal seleksi Bun. Justru Rani, anggota genk populer selesai lebih dulu. Chess sebel sama diri Chess sendiri,” jawab Chess ketus.
“Chess, kewajiban kita sebagai manusia hanya berusaha dengan sebaik-baiknya. Ingatlah bahwa hasil itu mutlak hak Allah. Sekarang tugasmu hanya bertawakal dan berdoa.”
“Iya juga sih Bun,” jawab Chess. Aah lagi-lagi bunda memang hampir selalu benar. Sebagai manusia tak layak kita menyombongkan diri.
***
Tiga hari pasca seleksi OSN disekolah, belum ada pengumuman siapakah yang berhak mewakili SMP Duta Bangsa. Chess mulai putus asa. Mungkin memang Allah belum mengabulkan keinginannya. Penjelasan guru Matematika di kelas rasanya hanya masuk telinga kanan kemudian keluar telinga kiri. Sama sekali tak ada yang nyantol di otak Chess. Ia malah termenung dengan tatapan kosong.
“Chess… Chess…” tangan Ustadz Angga melambai di depan mata Chess.
“Eeeh anu… iya Ust,” Chess tergagap. Ia kaget bukan main. Bagaimana ceritanya Ustadz Angga yang sedang memberikan penjelasan di depan kelas tiba-tiba ada di hadapannya. Aduh, Chess sungguh malu. Semua mata seisi kelas menatap padanya. Terdengar suara cekikian dari beberapa anak.
“Kamu dicari Ustadzah Rina,” kata Ustadz Angga.
Chess masih setengah sadar. Ia melangkah dengan gontai keluar kelas menghampiri Ustadzah Rina.
“Chess selamat, berdasarkan nilai seleksi kamu yang berhak mewakili sekolah dalam lomba OSN,” kata Bu Rina dengan senyuman khasnya.
“Benarkah Ust?” Rasanya Chess tak percaya. Apakah ini hanya mimpi? Harapan yang sempat pupus ternyata bersemi di depan mata.
“Tentu saja benar. Kamu masih memiliki waktu 3 pekan untuk mempersiapkannya. Kamu akan saya bimbing langsung. Ini jadwal bimbingannya. Bimbingan dimulai nanti sepulang sekolah. Ustadzah berharap kamu mempersiapkannya dengan sebaik-baiknya,” kata Ustadzah Rina searaya menyerahkan secarik kertas.
“Insyaa Allah Ust. Chess akan mengeluarkan kemampuan terbaik Chess,” jawab Chess dengan sumringah.
“Eh liat tuh, ada si sombong,” bisik Dita anggota genk populer saat Chess kembali masuk kelas. Sepintas Chess melihat Rani tak suka dengan perkataan Dita.
***
Sesampainya Chess di rumah Chess tak sabar ingin segera menyampaikan kabar gembira pada bunda.
“Assalamualaikum Bun… Chess punya kabar gembira lo Bun,” kata Chess.
“Waalaikum salam. Wah sepertinya anak bunda ini sedang senang sekali ya. Kabar gembira apa nih?” tanya bunda.
“Chess lolos mewakili sekolah lomba OSN Bun,” Chess tersenyum senang.
“Wah, anak bunda ini mau lomba nih. Semangat ya Chess. Kamu harus belajar lebih rajin. Jauhkan pikiran mu tentang teman-temanmu itu. Sekarang fokuskan pikiranmu untuk persiapan OSN,” kata bunda.
“Siap boss!”
Meskipun siang ini bunda memasak oseng-oseng dengan lauk tempe mendoan, rasanya nikmat sekali. Suasana hati memang sangat berpengaruh terhadap nafsu makan. Chess harus menyiapkan energi yang lebih besar untuk persiapan OSN.
***
Hari hari mendekati lomba. Chess semakin semangat belajar. Ia tak segan bertanya pada Rani untuk memecahkan beberapa soal OSN yang sulit. Ternyata Rani tidak sejahat yang ada di dalam pikiran Chess. Rani mau membantu Chess dengan ramah. Meskipun konsekuensi yang harus ditanggung ia dijauhi teman-teman genk populer.
“Ran, maafkan aku ya. Gara-gara aku, kamu jadi dijauhi teman-teman satu genkmu,” kata Chess.
“Ini bukan salahmu Chess. Semuanya hanya perlu waktu. Suatu saat mereka juga paham dan akan berbaikan dengan kita,” jawab Rani santai. Rani memang gadis yang cerdas dan bijaksana. Konon kata Ustadzah Rina, Rani dan Chess hanya terpaut nilai sedikit saat seleksi OSN di sekolah. Chess senang sekali sekarang bisa berteman dekat dengan Rani.
***
Hari pertandingan OSN tingkat kota pun tiba. Chess mengerjakan dengan teliti namun juga berusaha untuk cepat agar tidak kehabisan waktu. Ia mengeluarkan kemampuan terbaiknya. Keringat mulai membasahi seragam sekolahnya. Sesekali ia menyeka keringat yang menetes di dahinya dengan tisu.
“Aku haruus bisa!” rasanya Chess ingin berteriak. Namun ia hanya melakukannya di dalam hati agar tidak mengganggu peserta yang lainnya. Ia tetap memfokuskan pikirannya untuk menyelesaikan soal-soal dihadapannya.
“Alhamdulillah selesai juga,” ia berhasil menyelesaikan semua soal tepat bel tanda pertandingan selesai.
Chess keluar dari ruangan lomba dengan puas. Apapun yang terjadi dia sudah pasrah. Dia sudah mengeluarkan kemampuan terbaiknya. Masih ada jeda 2 jam bagi panitia untuk mengoreksi. Chess menuju mushola untuk menunaikan Sholat Duha. Ia ingin mendinginkan kepalanya dengan bermunajat kepada Allah.
***
“Oke para peserta saya akan mengumumkan juara OSN tahun ini. Juara 3 Nina Saputri. Juara 2 Didi Suryana. Dan juara yang dinantikan inilah juara 1 Chesya Kamila. Mohon yang disebutkan namanya, maju ke panggung,” kata Master of Ceremony. Chess maju dengan hati yang sangat puas. Ia menerima hadiah dan piala dengan senyuman lebar. Kerja kerasnya selama ini telah dibayar tunai.
***
Keesokan harinya kabar kemenangan Chess sudah menyebar ke seantero sekolah. Terlebih Chess mengupload foto dirinya dengan membawa piala di akun instagram. Banyak yang memberikan like dan komentar ucapan selamat.
“Chess, kami minta maaf ya sudah mengejekmu. Ternyata kamu bisa mengharumkan nama sekolah kita. Kamu memang juara di hati kita. Dan mulai saat ini,kami tidak akan mengejekmu lagi,” kata genk popular.
“Iya sudah aku maafkan kok,” jawab Chess. Mereka saling berpelukan.
Cerita Pendek ini dikarang oleh Safira (7A)
COMMENTS