Live Streaming PKTenable.com Radio

Be Careful About Your Mental Health

Seribu Puisi untuk Korban Tsunami Selat Sunda
Majalah Kita
Sekolah Asal Bangka Belitung Melakukan Kunjungan di Perguruan Muhammadiyah Kottabarat Surakarta

Generasi Z sejak dilahirkan sudah akrab dengan teknologi informasi dan komunikasi. Seiring dengan perkembangan usia dan tuntutan zaman, internet menjadi semakin dekat dengan kehidupan. Terlebih setelah pandemi Covid 19, internet yang awalnya dekat menjadi semakin lekat. Kebijakan social distancing menjadikan internet sebagai bagian hidup baik untuk komunikasi, pembelajaran, hingga hiburan.

Dunia remaja yang penuh dengan pencarian jati diri sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Adanya internet terutama berbagai sosial media menjadikan lingkungan kehidupan remaja semakin kompleks. Jika tidak berhati-hati remaja akan tergelincir ke berbagai hal negatif terutama yang berkaitan dengan gangguan kesehatan mental. Beberapa hal negatif tersebut seperti narsistik, FOMO (Fear of Missing Out), dan berbagai gangguan kesehatan mental lainnya

Dokter spesialis kejiwaan Rumah Sakit Waras Wiris Boyolali, dr Sri Wahyuni, Sp KJ. M. Biomed menyampaikan bahwa media Sosial bagaikan pisau bermata dua. Sosmeddapat berdampak positif dan juga negatif bagi para penggunanya. Namun jika kita bisa memakainya dengan baik maka akan sangat bermanfaat, tapi kalau tidak bisa kita akan terjerumuskan pada dampak negatifnya. Kita harus pandai pandai dalam mengelola apa yang kita lihat di media sosial, karena kita semua tahu bahwa di media sosial itu juga banyak postingan yang dapat berdampak buruk bagi seseorang seperti pornografi dan perjudian.

Pemilik Klinik Imron Medika ini menambahkan, ““Selama pandemi, sekolah tidak dapat dibuka. Maka dari itu banyak sekolah yang menerapkan sistem PJJ (Penbelajaran Jarak jauh). Karena tidak dapat berinteraksi secara langsung, maka kita terpaksa menggunakan media sosial agar bisa tetap berinteraksi dengan orang lain. Akan tetapi ada juga yang setelah memakai media sosial sampai kelewatan sehingga berdampak negatif. Gangguan yang paling banyak saya temukan di klinik adalah kecanduan gawai. Seseorang dapat mulai mengalami kecanduan saat dia memegang gadget lebih dari 2 jam selama sehari. Hal ini menyebabkan para siswa SD tidak mau sekolah. Ada anak SMP prestasinya menurun. Kemudian gangguan emosi atau mungkin karena cyber bullying hingga depresi atau trauma jadi tidak ingin ke sekolah.”

Selain itu menurut dokter Yuni gangguan lain yang sering dialami remaja adalah narsistik. Narsistik merupakan kondisi di mana seseorang merasa dirinya paling penting, sangat membutuhkan perhatian, dan kekaguman berlebihan. Beberapa ciri-ciri narsistik diantaranya :

  1. Merasa diri sendiri paling hebat dibanding orang lain. Melebih–lebihkan prestasi dan bakat,  berharap untuk diakui sebagai pribadi yang unggul namun tidak sesuai dengan potensi dan pencapaian yang dimiliki .
  2. Sibuk dengan fantasi tentang kesuksesan, kekuasaaan, kepintaran, kecantikanatau cinta sejati.
  3. Percaya bahwa dirinya spesial dan unik. Sehingga hanya bisa dipahami dan bergaul dengan orang-orang istimewa atau berstatus tinggi.
  4. Memiliki kebutuhan yang ekspresif untuk dikagumi .
  5. Merasa layak untuk diperlakukan secara istimewa.
  6. Mengeksploitasi hubungan interpersonal untuk mencapai tujuan pribadi.
  7. Kurang empati, tidak peduli dengan perasaan dan kebutuhan orang lain.
  8. Sering kali merasa iri terhadap orang lain atau menganggap orang iri terhadap dirinya.
  9. Angkuh.

Hal ini jika tidak terkendali maka akan menyebabkan gangguan. Jika seseorang dengan gangguan ini tidak mendapat perhatian yang mereka inginkan maka penderita akan merasa cemas, depresi, mengalami gangguan mental, serta tidak bisa menerima kekurangan diri sendiri.

“Remaja itu memang emosinya belum stabil ya, jadi memang mereka itu sangat mudah sekali terpengaruh. Karena remaja itu adalah fase dimana mereka masih mencari jati diri mereka, maka dari itu mereka sangat rawan dan mudah terpengaruh,” imbuh dokter yang merampungkan pendidikan dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa ( Psikiatri ) pada tahun 2018 ini.

Sobat PK Teenable saatnya kita lebih peduli dengan kondisi kejiwaan kita. Saat terdapat tanda-tanda gangguan mental dan menggangu kesehariannya seperti belajarnya terganggu, konsentrasinya terganggu, emosinya terganggu, maka mulai dari itulah sebaiknya segera konsultasikan kepada yang ahli seperti psikater atau psikolog terdekat.

Salah satu pencetus gangguan narsistik adalah FOMO. “FOMO itu kan artinya Fear Of  Missing Out, jadi dia ketakutan ketinggalan tren atau berita dari medsos. Mereka selalu kepo. Orang yang memiliki gangguan narsistik tidak dapat meninggalkan Medsos dalam waktu dekat, mereka terobsesi dengan medsos hampir setiap saat. Lawan dari FOMO adalah JOMO yaitu Joy of Missing Out, jadi orang yang JOMO itu dapat mengelola medsos, kapan menggunakan medsos kapan lepas dari gadget,” imbuh dokter yang juga berkarya di Rumah Sakit Asyifa Boyolali ini.

Kita sebagai remaja yang terpelajar harus mempunyai prinsip bahwa kita memakai media sosial itu sesuai dengan kebutuhan. Kita boleh bermain tapi jangan sampai menggangu kegiatan lainnya. Ada kalanya kita harus break menggunakan HP dan fokus untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.

Agama juga memiliki peran yang  penting untuk melindungi kesehatan mental remaja, Jika agamanya bagus otomatis dia tidak akan memegang HP terus. Kita jadi tahu kapan waktunya sholat, membantu orangtua dan kegiatan positif yang lain jadi harus pintar mengatur waktu. Cara lain untuk menghindari gangguan mental yang telah disebutkan sebelumnya adalah dengan mematikan notifikasi agar kita tidak mengecek apa yang terjadi atau merasa ingin tahu tentang tren atau sesuatu di media sosial.

“Pertama kita sebagai pelajar harus pintar-pintar dalam memilih media sosial yang bermanfaat dan tidak bermanfaat. Kalau perlu HP kita setting apa yang boleh muncul dan apa yang tidak agar tidak mempengaruhi dan mengganggu pikiran kita. Kedua kita harus bisa bijaksana dalam membagi waktu dalam bermedia sosial. Jangan sampai dengan memakai media sosial melupakan kewajiban kita sebagai pelajar  yang harus belajar, berkomunikasi dengan keluarga, teman, serta melakukan olahraga dan kegiatan yang bermanfaat. Intinya gunakanlah media sosial untuk kebaikan. Jangan sampai dampak negatif  media sosial  itu lebih menonjol  dari pada manfaatnya,” pesan dokter Ida kepada sobat PK Teenable semua.

COMMENTS