Live Streaming PKTenable.com Radio

Only Your Shine in My Heart

Skema Hancurnya Lingkungan
Euphoria
Tak Mengerti Arah

Only Your Shine in My Heart

Oleh Zahirah (8B)

Ia bersandar pada kursinya. Pandangannya menatap ke langit-langit. Berpikir mendalam. Membiarkan aliran darah mengaliri otaknya untuk berpikir jernih. “Resep terbaru dan menarik?” gumamnya.

Ia mengalihkan pandangan pada layar ponsel. “Tak ada yang menarik,” gumamnya sembari meletakan kembali ponselnya.

 “Huh, menyerah saja bosan aku melihatnya,” ia sebal juga. Ditentengnya tas yang sedari tadi tergeletak di meja. Ia mengambil sepatunya dan memakainya sambil  melihat ke arah jendela. Berharap musim semi kali ini membantunya mendapatkan inspirasi.

“Keis, temanmu datang,” panggil Ibunya untuk ketiga kalinya.

“Iya Bu.” Keisu keluar dari kamar dan melihat ibunya sibuk mengaduk adonan roti.

“Aku berangkat.” ujar Keisu.

“Hati-hati,” pesan ibu tanpa menghentikan kesibukannya.

Keisu mengangguk. Ia berjalan ke arah garasi untuk mengambil sepedanya. ”Maaf aku lama ya,” kata Keisu membuka percakapan.

“Untung aku temanmu yang baik hati,” kata teman Keisu

Keisu cemberut mengayuh sepedanya kencang meninggalkan temanya, kesal.

“Hei! Keisu tunggu! Udah ditungguin malah duluan!” Ia menyusul Keisu.

Sesampainya di sekolah, mereka lari menuju kelas yang sama. Haruna ketua kelas terheran melihat mereka berdua sampai di kelas dengan ekspresi terengah memegangi lutut satu sama lain. “Kalian latihan marathon?” tanya Haruna.

Keisu hanya meringis dan menggeleng, “Tidak, tapi mendekati seperti itu ya kan?”

Heina mengangguk, tertawa. “Maaf, tapi percayalah padaku dia memang gila seperti itu,” Heina melanjutkan kalimatnya, menggoda Keisu.

Keisu melotot, berjalan meninggalkan Heina ke mejanya dan menaruh tas di kursi. Ia duduk menghadap jendela. Heina menghampiri Keisu yang sedang menatap jendela luar yang dipenuhi bunga bermekaran indah. “Kenapa?” tanya Heina.

     Keisu hanya menggeleng, “Aku hanya berpikir, bagaimana mereka seindah itu.”

“Oh…. bagaimana toko roti ibumu?” .

Keisu mendengus, “Aku ingin membuat sesuatu yang baru.”

Heina berpikir sejenak, “Untuk apa?”.

“Untuk menarik banyak pembeli. Akhir-akhir ini toko  ibuku sedikit sepi jadi penghasilan Ibuku juga sedikit.”

Heina memegang dagunya, memanggut-manggut, ”Kamu mau mencoba membuat castella cake?”

Keisu mengerutkan kening, lalu menolak .“Kamu tahu kan, aku tidak bisa beli bahan yang banyak seperti itu dan untuk rasanya macam-macam aku tidak bisa.”

     “Kamu lupa aku anak siapa? Aku anak arsitek dan anak aktor,  masalah itu aku bisa membantu,” Heina berkata sombong.

     “Tidak, tidak, aku tidak mau kalau ketahuan Ibuku. Aku bisa dimarahi,” Heina memegang pundak Keisu.

“Aku senang membantu temanku sendiri, kamu ingin membantu Ibumu kan?” Keisu mengangguk.

“Aku ikut membantumu. Kita memang tidak boleh menggantungkan hidup pada orang lain. Itu kalau kita mampu mengerjakannya. Adakalanya kita membutuhkan bantuan orang lain,” Heina berkata bijak.

“Okelah. Aku percaya karena kamu sahabatku. Tapi ada satu syarat, jangan sampai Ibuku tau tentang ini,” kata Keisu. Heina mengangguk.

“Tapi kamu juga harus berjanji mau mengupload kuemu ke internet dan sosial media,” Heina memberikan syarat.

Keisu merasa keberatan. Ia tidak berani jika disebarkan ke internet. Ia takut dengan komentar jahat yang nanti bisa melukai hati Ibunya.

“Bagaimana jika tidak ada yang suka?”

“Jangan dipikirkan. Kamu harus mencoba dulu,” Heina meyakinkan.

“Oke deal. Kita akan trial resep Castella Cake sepulang sekolah dirumahmu ya,” Keisu mengiyakan.

“Oke deal. Di kulkasku sudah ada semua bahan yang dibutuhkan,” Heina menutup percakapan.

                                                                    ***

Keisu mengaduk adonan kue hingga kalis. Setelah itu, menuangkan adonan ke dalam loyang yang sudah diolesi mentega. Heina memasukkan adonan ke dalam oven dan menunggunya sampai matang. Keringat mulai bercucuran di dahi kedua sahabat tersebut.

Setelah 40 menit, kue dikeluarkan dari oven dan diletakkan di atas piring dengan diberi olesan selai stroberi.

“Sudah jadi,” Heina melepaskan sarung tanganya.

Keisu menghias Castella Cake dengan cekatan. Masalah hiasa-menghias cake sudah menjadi makanan sehari-hari Keisu.

Usai dihias, Heina mengambil smartphone canggih keluaran terbaru miliknya. “Cekrek… cekrek… cekrek,” Heina mulai mengambil foto Castella Cake dari beberapa sudut pandang.

“Aaah yang ini jelek kurang terang,” Heina bergumam sendiri sembari menghapus beberapa foto.

“Okey sudah ada lima foto ciamik. Siap di-upload,” Heina melonjak girang.

“Terima kasih Heina, karena kamu aku jadi terbantu.”

“Sama-sama, itu tugas teman, kan?”

Keisu tersenyum senang memiliki teman seperti Heina.

“Keis,kenapa kamu ingin sekali membahagiakan ibumu?”

“Ibuku pernah bilang dia ingin sekali memiliki toko roti besar untuk membantuku kuliah nanti,” Keisu cepat-cepat menghapus bulir air mata yang jatuh di pipinya.

“Aku bangga punya teman sepertimu, kamu masih bersemangat untuk membantu ibumu,” ucap Heina tersenyum bangga.

“Terima kasih.” Kedua sahabat itu saling berpelukan dalam keharuan. Meski berbeda status sosial, Heina tak pernah menghina Keisu. Persahabatan mereka tak kalah hangat dengan sinar mentari di pagi hari.

***

     Keisu  menengok ke kanan-kiri. Menunggu Heina yang belum kunjung datang. Tadi pagi ia mengajak Heina untuk berangkat bersama.

Keisu mengayuh sepedanya dengan cepat setelah melihat Heina dari kejauhan.

“Heina! Kamu lama banget?” Keisu berteriak kesal.

Heina menangis mencengkeram lengan Keisu. Ia bingung harus berbuat apa. Keisu mengelus kepala Heina berharap Heina lebih tenang.

“Maafkan aku Keis, aku telah menyakiti hati ibumu,” Heina menangis sesenggukan.

Keisu terkejut medengar ucapan Heina. Ia tidak mengerti apa yang dikatakan Heina, “Heina ceritakan padaku, memangnya ada apa?”

“Semalam, aku kira banyak orang yang akan berkomentar suka. Tetapi sebaliknya beberapa malah mengatakan toko ibumu tidak berkelas. Mengkikut-ikuti gaya kue di toko roti sebelah yang terkenal, dan banyak yang menghina ibumu juga. Maafkan aku Keisss!” ujar Heina sembari terisak.

     Keisu sakit hati dan ingin menangis karena ada yang menghina Ibunya. Ia memang sudah menduganya dari awal pasti begini. Tapi, ia tidak ingin menyalahkan Heina maupun dirinya sendiri. Ia berpikir mencari jalan keluarnya untuk membereskan masalah di depan mata.

“Sudahlah Heina, kamu pernah bilang mencoba dulu. Mulai nanti kita membuat kue lagi dari awal  yang lebih menarik bersama-sama. Aku yakin kita pasti berhasil nantinya,” Kata Keisu bijaksana.

Heina menghapus air matanya. Ia mulai tersenyum. “Okey kita harus membalas komentar negatif dari netizen dengan kepala dingin. Setelah ini kita akan berusaha lebih keras lagi untuk membuat kue yang lebih menarik dan lezat! Semangat!” kata Heina bersemangat.

“Ya. Bersemangat!!” Keisu menyambut seruan Heina.

***

     Sepulang sekolah mereka kembali sibuk di dapur Heina. Mereka kembali membuat Castella Cake dan Rainbow Cake. Mereka juga mencari beberapa resep cake di internet dan memodifikasi dengan kreativitas Keisu.

Mengoven dengan hati-hati, menghias dengan teliti dan menarik. Setelah membuat kue, Keisu dan Heina mengambil foto dan kembali mengepostnya ke internet . “Semoga yang kemarin tidak terulang lagi.” Mereka berdua tersenyum puas.

***

     Keisu pulang ke rumah dan menghampiri Ibunya yang sedang membereskan roti-roti yang tersisa. Keisu melihat raut wajah Ibunya yang sedih karena banyak sisa roti yang tidak terbeli. Keisu membantu dengan menyapu sisa-sisa kotoran dan mengepel, “Ibu memang tadi pembelinya sedikit?”

Ibu menggeleng dan tersenyum berat. “Tidak Keisu, hanya tadi ibu lupa kalau banyak pembeli yang tidak suka dengan rasa ini. Ibu lupa mengganti,” kata ibu.

Bohong, Keisu tau ibu berbohong agar Keisu tidak khawatir dan memikirkanya.

“Ibu masih ingin mempunyai toko roti yang besar?” tanya Keisu. Ibu menoleh ke arah Keisu dan mengangguk.

“Maka Ibu tunggu sebentar lagi. Ibu harus bersabar sedikit lagi, pasti bisa! Ibu jangan menyerah, masih ada aku membantu Ibu,” kata Keisu meyakinkan.

“Terima kasih Keisu, Ibu senang.” Keisu memeluk ibunya. Diam-diam Keisu menghapus sir matanya.

***

Hari ini hari Keisu libur sekolah dan menemani ibunya menjaga toko roti. Keisu dari semalam menyimpan kue yang telah dibuat bersama Heina agar ibunya tidak tahu. Saat Keisu akan memakai celemek, ada seorang wanita cantik pakaian sedikit glamor memasuki toko roti Ibu Keisu sambil tersenyum ramah. Wajahnya tidak asing bagi Keisu, seperti wajah seorang aktris yang dia kenali.

Keisu segera menghampiri wanita itu, melayani dengan ramah. “Selamat datang ada yang bisa saya bantu?”

“Hm, saya lihat kemarin di internet, di toko roti sini ada keluaran kue terbaru? Kue itu menarik hati saya. Jadi, saya ingin membeli kue itu semuanya bisa?” Keisu langsung menangis bersyukur.

Ia tidak gagal lagi dan ada orang yang ingin membeli semua kue itu. Ibu Keisu hanya bingung melihat tingkah Keisu dan mendengar kata ‘kue keluaran terbaru’ padahal ia belum membuat kue terbaru.

“Keisu, apa maksudnya kue keluaran terbaru? Ibu sama sekali belum bikin kue terbaru,” Keisu tertawa kecil melihat ekspresi Ibunya yang kebingungan.

“Ibu maaf,sebenarnya dari kemarin aku dan Heina membuat kue baru untuk toko roti ibu. Kami mengupload melalui internet agar banyak pembeli bisa melihatnya,” Keisu menjelaskan.

Ibu menangis mendengar alasan Keisu dan memeluk Keisu erat, “Terima kasih, Keisu.” Keisu cepat melayani pembeli cantik tersebut. Si pembeli membayar dengan senyum manis.

“Alhamdulillah kita dapat rezeki. Kita bisa gunakan uang ini untuk membuat roti varian sama dengan buatanmu. Jangan lupa disisihkan untuk mengganti membeli bahan kue percobaan pada Heina. Ibu tidak mau berhutang budi,” kata ibu.

***

Satu tahun kemudian, toko roti kecil milik ibu tambah ramai. Keisu menambah varian kue baru bersama ibunya dengan mempertahankan kue yang sudah ada bersama ibu. Alhamdulillah dari hasil penjualan kue bisa menabung sedikit demi sedikit untuk membuat toko kue yang lebih besar.

Dua tahun kemudian toko roti yang diinginkan ibu Keisu telah siap dan cantik. Tokonya sudah terkenal berkat adanya sosial media. Banyak pembeli yang mendatangi toko roti ibu Keisu. Ada juga yang membeli kue melalui aplikasi ojek online.

Keisu bahagia melihat ibunya yang senang mempunyai toko roti yang diimpikan. “Ibu jangan sedih lagi, ada Keisu di sini yang selalu menyemangati Ibu. Kalau bukan karena semangat ibu aku tidak akan menyerah Ibu mengajariku banyak hal,” kata Keisu.

     “Ibu juga berterima kasih padamu Keisu. Kamu sudah membantu mewujudkan impian  Ibu.” Keisu dan Ibunya saling berpelukan dengan bahagia.

It’s okay mom, because you’re the only shine in my heart.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

COMMENTS